A. Maksud dan
Pengertian Angklung Buhun
Angklung buhun berarti angklung tua, kuno (baheula) yang dalam arti
sebenarnya adalah kesenian pusaka. Dinamakan buhun, karena kesenian itu sudah
lama sekali, kira-kira sekitar 18 abad yang lalu, memiliki nilai sakral dan
kekuatan gaib. Oleh karena itu kesenian angklung buhun usianya sudah ratusan
tahun, sudah hampir mencapai 7 generasi.
Makna yang terkandung di dalamnya merupakan ajakan, pemberitahuan, peringatan, aba-aba, penerangan dan larangan untuk para petani. Tingkatkan persatuan, kebersamaan, ketahanan dalam setiap langkah dan gerak untuk menuju kesejahteraan. Angklung buhun merupakan kesenian masyarakat Baduy yang pertama kali lahir. Kesenian angklung buhun lahir bersama hadirnya orang Baduy, dan punya arti penting sebagai penyambung amanat untuk mempertahankan generasi orang Baduy.
B. Latar
Belakang Sejarah dan Fungsi Kesenian Angklung Buhun
Kesenian
angklung buhun tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Baduy. Dapat
dikatakan bahwa salah satu kesenian masyarakat Baduy yang pertama kali lahir
adalah anghklung buhun yang memiliki nilai magic dan sakral. Angklung buhun
lahir bersama hadirnya orang Baduy. Oleh karena itu kapan tepatnya angklung
buhun lahir, sulit untuk menetapkannya, karena tidak ada catatan tertulis.
Kesenian
angkiung buhun tidak sembarang waktu dapat dimainkan. Dalam satu tahun hanya
satu kali yaitu pada bulan kawjuh dan kalender masyarakat Baduv(orang
Kanekes), tepal nya pada upacara ngaseuk, yaitu suatu upacara yang
dimaksudkai untuk mengawinkan Nyi Pohaci Sanghiang Asri (Dewi Sri/Dewi Pi)
dengan guru bumi atau tanah.
Menurut Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda (dalam Edi S.
Ekadjati, 1986:37-38), perhitungan kalender orang Baduy (orang Kanekes)
berdasarkan system peredaran bulan seperti halnya kalender Islam. Bulan
pertama kalender orang Kanekes bersamaan dengan awal kegiatan di huma, yaitu
pada mangsa kapat menurut kalender Jawa. Bulan-bulan berikutnya sama dengan
kalender Jawa selanjutnya, yaitu bulan ke-2 sama dengan mangsa Kalima, ke 3
sama dengan mangsa kanem, ke 4 sama dengan mangsa Kasanga, ke 7 sama dengan
mangsa Kadasa, ke-8 sama dengan Hapit Kayu, ke-9 sama dengan Hapit Lemah, ke-
10 sama dengan mangsa Kasa, ke- 11 sama dengan mangsa Karo dan ke-12 sama
dengan mangsa Katiga. Sesungguhnya tiap bulan pada kalender orang Kanekes
adalah 10 bulan yang lama tiap bulan masingmasing 30 han. Tetapi untuk
penyesuaian dengan masa kemunculan rasi bintang pada posisi tertentu yaitu
359 han, maka disisipkanlah dua bulan, yaitu pada bulan ke-8 dan ke-9 dengan
diberi nama Hapit Kayu dan Hapit Lemah.
Sedangkan proses penggarapan
huma dilakukan dengan 9 tahap, yaitu:
1. Tahap narawas (merintis)
2. Nyacar (membabat, memangkas)
3. Nukuh (mengeringkan)
4. Ngaduruk (membakar)
5. Ngaseuk (menugal)
6. Ngirab Sawan (membuang sampah)
7. Ngor’ed (membersihkan lahan dan rerumputan)
8. Dibuat (menuai padi, memanen)
9. Ngujal, ngakut (mengangkut)
Upacara ngaseuk yang diiringi dengan pertunjukkan angklung Buhun
dimaksudkan agar proses penanaman padi dan mulai kegiatan pertama sampai
panen berjalan lancer dengan hasil panen yang cukup untuk melangsungkan
kehidupan mereka. Masyarakat Baduy percaya bahwa Dewi Sri yang merupakan Dewi
Padi adalah dewi yang selalu memberi kebahagiaan dan penyelamat
keberlangsungan hidup masyarakat Baduy.
C. Pertunjukkan
Kesenian Angklung Buhun
Pertunjukkan kesenian Angklung Buhun terbagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap sebelum pertunjukkan, tahap pelaksanaan pertunjukkan, dan tahap setelah pertunjukkan berakhir.
a. Tahap SebelumPertunjukkan
Sebelum pertunjukkan dimulai,
kuncen melakukan upacara khusus untuk mengambil angklung atau mengeluarkan
angklung dan tempatnya dengan terlebih dahulu membaca doa khusus.
Setelah angklung dibawa
kemudian dibagi-bagikan kepada para pemain dan dibawa ke tempat pertunjukkan,
setelah sampai di tempat pertunjukkan, angklung dikumpulkan di tengah-tengah
tempat pertunjukkan bersama pemain dan sesajen. Sesajen yang diperlukan untuk
kepentingan upacara mi berupa:
1. Bakakak Ayam Kampung
2. Tumpeng
3. Kemenyan
4. Nasi
5. Kueh Tujuh Rupa
6. Kembang tujuh warna
7. Sirih
8. Rokok
9. Air putih dalam baskom yang di dalamnya berisi uang logam.
Setelah
semua siap, kemudian kuncen yang sebelumnya sudah berpuasa tiga han tiga
malam memulai acara mi dengan membakar kemenyan.
b. Tahap pelaksanaan pertunjukkan
Pertunjukkan
dimulai dengan para pemain membuat formasi lingkaran, gerakannya berputar
searah dan kanan ke kin, berlompatlompat, dan tetembangan linih seperti
rnerintih-rintih. Tariannya tidak berubah, hanya berputar-putar terus, sedang
di tengah lingkaran duduk seorang kuncen (pawang) sambil menghadap dupa
kemenyan yang berasap, lengkap dengan sesajennya dan gerakan tan semakin
cepat. Pada situasi seperti itu pertunjukkan diselingi dengan suatu atraksi
adu kekuatan yang dimainkan oleh dua orang laki-laki yang saling mengadukan
badannya dengan sekuat tenaga sampai salah seorang ada yang jatuh tersungkur.
Hal seperti itu dilakukan berulang kali sampai seperti orang kelelahan,
kehabisan tenaga. Pertandingan adu kekuatan berakhir setelah salah seorang
menyerah kalah, yang berarti berakhirnya pagelaran kesenian angklung buhun.
c. Tahap setelah pertunjukkan berakhir
Setelah pertunjukkan berakhir,
secara bersamaan semua pemainnya bergabung dengan penonton dipimpin oleh
pawang (kuncen) memuja ke salah satu ladang yang ada di puncak bukit. Tabuhan
angklung terus berbunyi dengan diiringi hentakan bedug, kemudian pawang
menggali tanah dan menguburkan sesajen sambil menjelaskan kepada seluruh
hadirin bahwa pelaksanaan buka ladang sudah bisa dimulai, sebentar lagi hujan
akan turun yang berarti Sanghiang Batara Tunggal sudah mengirimkan
kesejahteraan kepada kita semua, begitulah ucapannya dan selesai.
D. Pemain dan Waditra Kesenian Angklung
Buhun
Pemain angklung buhun harus
laki-laki yang terdiri dan para seniman buhun. Jumlah pemain 12 orang yang terdin
dan 9 orang pemain angklung dan 3 orang pemain bedug. Waditranya terdiri dan:
a) 3 buahbedug
Bedug dengan panjang 60 cm
diameter 40 cm
Talingtung dengan panjang 50 cm
diameter 30 cm
Ketug
dengan panjang 50 cm diameter 25 cm
b)
9 buah angklung
Indung
Ringkung
Gimping
Dongdong
Engklok
Indung Leutik
Trolok
Reol 1
Reol 2
Ukuran dan 9 angklung tersebut di atas dan 1,20 m sampai 0,60 m
secara turun tangga perbedaannya hanya besar kecilnya bmbu, sedangkan ukuran
tingginya berbecla 10 cm sampai 15 cm. Wadtra tersebutjuga memiliki makna
simbol tertentu, seperti angklung inidun menggambarkan suara katak, trolok
menggambarkan suara air. sedangkan reol 1 dan reol 2 sebagai nada dasar.
Suara huan dar uara angin dilambangkan oleh ringkung dan gimping untuk suar
air van mengalir pada angklung engklok dan angklung leutik, Suara unggas ada
pada angklung dongdong. Sedangkan untuk 3 buah bedug hanya sebagai penghentak
nada mempertegas irama keseluruhan. Di sini menjadikan laras seperti pesta
katak yang sedang bersuka na di musim hujan. Inilah kesimpulan yang
clirangkum oleh kesenian angklung buhun dan karya cipta Ki Arce.
E. Busana
Yang Digunakan Dalam Kesenian Angklung Buhun
Busana
yang digunakan dalam pertunjukkan angklung buhun di dominasi oleh warna hitam.
Hal mi sebagai cerminan kepercayaan masyarakat Baduy terhadap warna hitam
sebagai simbol bumi dan warna putih sebagai simbol langit.
Jenis busana yang digunakan
sangat sederhana, terdini dan seragam baju tangan panjang dan celana pendek
dengan ikat kepala semuanya berwarna hitam serta tanpa alas kaki. Di samping
itu juga biasanyajuga dilengkapi dengan kain sarung dan koja.
|
Minggu, 14 September 2014
Angklung Buhun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar