Minggu, 14 September 2014

Sejarah Banten

Banten adalah sebuah provinsi di Pulau JawaIndonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.


Lukisan François Valentijntahun 1694

Banten atau dahulu dikenal dengan nama Bantam pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian Raja Purnawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan Kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dariUjung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugispada tahun 1513, Bantam menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Bantam adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.

Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527,Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibu kota atau pakuan (berasal dari kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.

Dengan dihancurkannya Pajajaran maka Banten mewarisi wilayah Lampung dari Kerajaan Sunda. Hal ini dijelaskan dalam buku The Sultanate of Banten tulisan Claude Guillot pada halaman 19 sebagai berikut: 
"From the beginning it was abviously Hasanuddin's intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the pepper sold in the Sundanese region."

Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Bantam merupakan pelabuhan besar di Asia Tenggara, sejajar dengan Malaka danMakassar. Kota Bantam terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah masjid agung.

Pada awal abad ke-17 Masehi, Bantam merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Bantam untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Bantam. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Bantam dan disusul oleh orang Belanda.

Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Bantam. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Bantam (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Bantam. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Bantam (1684) akibat tindakan orang Belanda.


Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Hindia Belanda yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Banten menjadi salah satu keresidenan yaitu Bantam Regentschappen dalam Provincie West Java di samping Batavia, Buitenzorg (Bogor), Preanger (Priangan), dan Cirebon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar