السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول
الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Kedudukan dan fungsi Al-Qur’an
Allah
SWT menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Di samping itu Dia
juga memberikan bekal kepada manusia dengan bekal yang memandunya supaya dapat
menjalankan tugas kekhalifahan, yakni Al-Qur’an
Al-Karim.
Al-Quran
adalah pedoman hidup manusia dalam mengarungi tugas kekhalifahannya di muka
bumi, sebagaimana firman Allah SWT :
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ
مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ
مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ
اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا
الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
|
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari- hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (Q.S. Al-Baqarah : 185)
|
Namun demikian, yang mampu
mengambilnya sebagai petunjuk hanyalah orang-orang yang bertaqwa
ذَٰلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾
|
(2) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah : 2).
|
Asy-Syahid Hasan Al-Banna pernah
mengungkapkan bahwa sikap kebanyakan manusia di masa-masa sekarang ini terhadap
kitab Allah SWT ibarat manusia yang diliputi dengan kegelapan dari segala
penjuru. Berbagai sistem telah bangkrut,
masyarakat telah hancur, nasionalisme telah jatuh. Setiap kali manusia membuat
sistem baru untuk diri mereka, segera sistem itu hancur berantakan. Hari ini,
manusia tidak mendapatkan jalan selain berdoa, bersedih, dan menangis. Sungguh
aneh, karena di hadapan mereka sebenarnya terdapat Al-Qur’an, cahaya
sempurna.(Hadits Tsulatsa/23-24)
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al
Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al
Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di
antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus.” (Q.S. 26/Asy-Syu’araa: 52)
Dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan Al-Qur’an sebagai
ruh yang berfungsi menggerakkan sesuatu yang mati, mencairkan kejumudan, dan
membangkitkan kembali semangat umat sehingga ia bisa menunaikan tugas
kekhalifahannya dengan sebaik-baiknya.
Interaksi dengan Al-Qur’an
Allah SWT menjanjikan bagi
orang-orang yang berinteraksi dengan Al-Qur’an akan mendapatkan kemuliaan.
Allah SWT berfirman:
لَقَدْ
أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا
تَعْقِلُونَ
|
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah
kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu
tiada memahaminya?” (Q.S. 21/ Al-Anbiyaa: 10)
Interaksi
ini harusnya dilakukan secara utuh baik secara tilawatan (menguasai cara membacanya sesuai dengan kaidah tajwid
dan mampu membacanya di waktu siang maupun malam), fahman (memahami kandungan ayat-ayat yang dibaca), amalan (kemampuan mengamalkan Al-Qur’an
dalam kehidupan/membumikan Al-Qur’an) maupun hifzhan (kemampuan menghafalkan ayat-demi ayat Al-Qur’an).
Itulah
empat bentuk interaksi yang diinginkan Al-Qur’an kepada setiap Muslim.
Upaya membangun ruh Al-Qur’an
bagi kader dan kiat-kiatnya
Agar
bisa berinteraksi kembali dengan Al-Qur’an, maka perlu disadarkan kembali
kewajiban-kewajiban kita di hadapan Al-Qur’an.
Asy-Syahid
Hasan Al-Banna mengungkapkan beberapa kewajiban Muslim terkait dengan Al-Qur’an
yaitu :
1. Seorang
Muslim harus memiliki keyakinan yang
sungguh-sungguh dan kuat bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali
sistem sosial yang diambil dan bersumber dari kitab Allah SWT. Sistem sosial
apa pun yang tidak mengacu atau tidak berlandaskan kepada Al-Qur’an pasti akan
menuai kegagalan.
2. Kaum
Muslimin wajib menjadikan kitab Allah
sebagai sahabat karib, kawan bicara, dan guru. Kita harus membacanya. Jangan
sampai ada hari yang kita lalui sedangkan kita tidak menjalin hubungan dengan
Allah SWT melalui Al-Qur’an.
Demikianlah keadaan para
pendahulu kita, kaum salaf. Mereka tidak pernah kenyang dengan Al-Qur’anul
Karim. Mereka tidak pernah meninggalkannya. Bahkan mereka mencurahkan waktunya
untuk itu. Sunnah mengajarkan agar kita mengkhatamkannya tidak lebih dari satu
bulan dan tidak kurang dari tiga hari. Umar bin Abdul Aziz apabila disibukkan
oleh urusan kaum Muslimin, beliau mengambil mushaf dan membacanya walaupun
hanya dua atau tiga ayat. Beliau berkata, “Agar saya tidak termasuk mereka
yang menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang ditinggalkan.”
3. Ketika
membaca Al-Qur’an kita harus memperhatikan adab-adab membacanya. Demikian pula
saat kita mendengarkan Al-Qur’an harus memperhatikan adab-adabnya. Hendaklah
kita berusaha merenungkan dan meresapinya.
4. Setelah
kita mengimani bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya penyelamat, kita wajib
mengamalkan hukum-hukumnya, baik dalam tingkatan individu maupun hukum-hukum
yang berkaitan dengan masyarakat atau
hukum-hukum yang berkaitan dengan penguasa.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة
الله وبركاته