Jumat, 17 Oktober 2014

AL-QURAN SEBAGAI BEKAL DAN TUNTUNAN PERJUANGAN DAKWAH



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:

Kedudukan dan fungsi Al-Qur’an

            Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Di samping itu Dia juga memberikan bekal kepada manusia dengan bekal yang memandunya supaya dapat menjalankan  tugas kekhalifahan, yakni Al-Qur’an Al-Karim.
            Al-Quran adalah pedoman hidup manusia dalam mengarungi tugas kekhalifahannya di muka bumi, sebagaimana firman Allah SWT :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari- hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Q.S. Al-Baqarah : 185)

Namun demikian, yang mampu mengambilnya sebagai petunjuk hanyalah orang-orang yang bertaqwa
ذَ‌ٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾
(2) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah : 2).
            Asy-Syahid Hasan Al-Banna pernah mengungkapkan bahwa sikap kebanyakan manusia di masa-masa sekarang ini terhadap kitab Allah SWT ibarat manusia yang diliputi dengan kegelapan dari segala penjuru. Berbagai  sistem telah bangkrut, masyarakat telah hancur, nasionalisme telah jatuh. Setiap kali manusia membuat sistem baru untuk diri mereka, segera sistem itu hancur berantakan. Hari ini, manusia tidak mendapatkan jalan selain berdoa, bersedih, dan menangis. Sungguh aneh, karena di hadapan mereka sebenarnya terdapat Al-Qur’an, cahaya sempurna.(Hadits Tsulatsa/23-24)
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.S. 26/Asy-Syu’araa: 52)

            Dalam ayat ini Allah SWT menyebutkan Al-Qur’an sebagai ruh yang berfungsi menggerakkan sesuatu yang mati, mencairkan kejumudan, dan membangkitkan kembali semangat umat sehingga ia bisa menunaikan tugas kekhalifahannya dengan sebaik-baiknya.

Interaksi dengan Al-Qur’an

            Allah SWT menjanjikan bagi orang-orang yang berinteraksi dengan Al-Qur’an akan mendapatkan kemuliaan. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (Q.S. 21/ Al-Anbiyaa: 10)

            Interaksi ini harusnya dilakukan secara utuh baik secara tilawatan (menguasai cara membacanya sesuai dengan kaidah tajwid dan mampu membacanya di waktu siang maupun malam), fahman (memahami kandungan ayat-ayat yang dibaca), amalan (kemampuan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan/membumikan Al-Qur’an) maupun hifzhan (kemampuan menghafalkan ayat-demi ayat Al-Qur’an).

            Itulah empat bentuk interaksi yang diinginkan Al-Qur’an kepada setiap Muslim.

Upaya membangun ruh Al-Qur’an bagi kader dan kiat-kiatnya

            Agar bisa berinteraksi kembali dengan Al-Qur’an, maka perlu disadarkan kembali kewajiban-kewajiban kita di hadapan Al-Qur’an.
            Asy-Syahid Hasan Al-Banna mengungkapkan beberapa kewajiban Muslim terkait dengan Al-Qur’an yaitu :
1.      Seorang Muslim harus memiliki keyakinan  yang sungguh-sungguh dan kuat bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sistem sosial yang diambil dan bersumber dari kitab Allah SWT. Sistem sosial apa pun yang tidak mengacu atau tidak berlandaskan kepada Al-Qur’an pasti akan menuai kegagalan.

2.      Kaum Muslimin wajib  menjadikan kitab Allah sebagai sahabat karib, kawan bicara, dan guru. Kita harus membacanya. Jangan sampai ada hari yang kita lalui sedangkan kita tidak menjalin hubungan dengan Allah SWT melalui Al-Qur’an.

Demikianlah keadaan para pendahulu kita, kaum salaf. Mereka tidak pernah kenyang dengan Al-Qur’anul Karim. Mereka tidak pernah meninggalkannya. Bahkan mereka mencurahkan waktunya untuk itu. Sunnah mengajarkan agar kita mengkhatamkannya tidak lebih dari satu bulan dan tidak kurang dari tiga hari. Umar bin Abdul Aziz apabila disibukkan oleh urusan kaum Muslimin, beliau mengambil mushaf dan membacanya walaupun hanya dua atau tiga ayat. Beliau berkata, “Agar saya tidak termasuk mereka yang menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang ditinggalkan.”

3.      Ketika membaca Al-Qur’an kita harus memperhatikan adab-adab membacanya. Demikian pula saat kita mendengarkan Al-Qur’an harus memperhatikan adab-adabnya. Hendaklah kita berusaha merenungkan dan meresapinya.

4.      Setelah kita mengimani bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya penyelamat, kita wajib mengamalkan hukum-hukumnya, baik dalam tingkatan individu maupun hukum-hukum yang berkaitan dengan  masyarakat atau hukum-hukum yang berkaitan dengan penguasa.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Kesuksesan Hari Ini adalah Eksistensi Hari Esok


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨﴾

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”. (QS. Al Hasyr: 18)

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Banyak orang selalu ingin sukses dalam hidupnya karena memang kesuksesan menjadi kata yang paling digandrungi. Ia menjadi obsesi mereka untuk mencapainya. Karena dapat meraihnya merupakan indikasi dari keberhasilan aktivitas yang sedang digelutinya. Kesuksesan ini juga menjadi eksistensi dirinya pada dinamika sosial yang sedang dijalani. Maka setiap orang  akan mengerahkan segenap potensinya dengan optimal dan maksimal untuk dapat meraihnya. Sebab kesuksesan itu adalah harapan indah yang selalu mengiang-ngiang. Demikian pula kesuksesan kerja utama kita. Terlebih lagi kesuksesan bagi dakwah ini. Kesuksesan individu memberikan kebahagiaan yang tak terkira, apalagi kesuksesan dakwah dan jamaah ini.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah
Bila kita amati perbincangan orang, kita temukan mereka menetapkan ukuran sukses yang bermacam-macam, sehingga mereka kadang menentukan suatu penilaian yang juga beragam. Baik ukuran sukses jangka panjang ataupun jangka pendek. Kita bisa melihat bagaimana orang menetapkan ukuran kesuksesan jangka pendek. Ada yang menetapkan penilaiannya pada sisi finansial yang melimpah ruah, sejumlah asset yang tak terhitung lagi, banyaknya supporter yang simpati dan memberikan dukungan. Atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain.  Dengan penilaian itu mereka menetapkan fokus sasaran aktivitasnya dan berupaya semaksimal mungkin untuk dapat meraihnya. Tatkala ia mampu mencapainya ia akan menikmati kepuasan yang tidak terperi.
Ukuran kesuksesan ini hanya sebagai alat untuk mengukur keberhasilan melakukan sesuatu. Agar apa yang akan dan sedang kita lakukan dapat dievaluasi dengan seksama dan terukur. Baik kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha perniagaan. Juga kegiatan lainnya termasuk aktivitas dakwah dan jamaah ini.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Tentunya ukuran kesuksesan dalam pandangan kader dakwah tidak seperti yang dimiliki kebanyakan orang. Kesuksesan dakwah ini tidak terletak pada sisi-sisi yang ditentukan kebanyakan orang. Untuk kader dakwah dalam menentukan ukurannya dapat kita perhatikan firman Allah SWT. :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَ‌ٰلِكَ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥﴾

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”. (QS. An Nur: 55)
Apabila kita tadaburi ayat di atas kita temukan petunjuk bahwa dakwah ini sukses jika kita dapat meraih;

1.      Kepemimpinan yang mengayomi seluruh kalangan sehingga mereka mendapatkan hak-haknya. Tidak ada rakyat yang dipimpinnya yang terzhalimi. Kepemimpinan yang memberikan keteladanan, keadilan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemimpin yang seperti ini tidak akan dapat dilakukan kecuali oleh pemimpin yang beriman dan beramal shalih. Bukan pemimpin yang dusta, zhalim, curang, penipu dan menyimpang. Pemimpin tipe seperti itu hanya melahirkan kesengsaraan bagi rakyatnya. Rakyat melaknat pemimpinnya dan pemimpin menyumpahi rakyatnya. Pemimpin yang baik sebagaimana para pemimpin di masa lalu yang dicintai rakyat dan umatnya. Sehingga generasi sesudahnya merindukan model pemimpin yang lalu seperti kerinduan kita pada Khulafa’ur Rasyidin, Umar bin Abdul Aziz, Abdurrahman Ad Dakhil dan para pemimpin lainnya. 

2.      Kedudukan yang eksis dan tidak memberikan peluang kecurangan, kedustaan atau penyimpangan. Kedudukan yang teduh dan tenang sehingga dapat merealisasikan misi dakwah ini, yakni rahmatan lil alamin bagi semua kalangan. Keadaan yang demikian memberikan suasana nyaman bagi semua pihak, seperti orang-orang Babylonia yang akan ditinggal kaum muslimin setelah sekian lama mereka hidup bersama. Mereka datangi Khalid bin Walid agar memperpanjang waktu tinggalnya di sana. 

3.      Tegaknya agama ini, tidak ada lagi fitnah di muka bumi. Agama ini berdiri tegar tanpa ada satu pun yang menentangnya. Islam yang tegak merupakan kebutuhan asasi bagi manusia karena Allah SWT. sudah memformat agama ini bagi manusia. Kita tahu bahwa Islam memang jawaban dan solusi atas problematika manusia.

4.      Hilangnya rasa takut karena telah tegaknya Islam. Dengan itu keadaan menjadi aman sentosa. Tidak ada kerawanan yang menakutkan. Sehingga setiap orang tidak cemas dan khawatir akan mendapatkan gangguan, apa lagi gangguan dalam menjalankan agama ini. Rasulullah SAW. pernah menjanjikan akan ada suatu masa di mana seorang wanita dapat melakukan perjalanan dari Shan’a sampai ke Hadratu Al Maut dengan aman tanpa rasa takut.

5.      Beribadah kepada Allah SWT. secara total sehingga tidak memberikan peluang sedikit pun pada kemusyrikan. Penyembahan kepada Allah SWT. Dengan ketundukan dan kepatuhan dalam seluruh sendi kehidupan ini. Dengan itu mereka menggantungkan keterikatan hanya kepada-Nya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Tentu kita tahu bahwa kesuksesan itu tidak akan muncul secara tiba-tiba. Ia merupakan proses panjang yang kita lalui dan akhirnya akan berpulang pada kerja kita untuk mewujudkannya. Kita harus ingat benar bahwa kesuksesan itu tidak datang begitu saja. Melainkan ia datang karena kesungguhan dan kekuatan jiwa. Hasan Al Banna Rahimahullah dalam Majmu’atur Rasail pada tajuk Kepada Apa Kami Menyeru Manusia, mengingatkan kita terhadap  upaya-upaya untuk mencapai kesuksesan dakwah ini. Bahwa mereka yang ingin membina dan membangun dirinya, mencapai kesuksesan serta berjuang untuk mewujudkan cita-citanya dan membela agamanya, harus memiliki kekuatan jiwa yang dahsyat. Kekuatan jiwa yang terekspresikan dalam sikap;
1.      Tekad membaja yang tidak pernah melemah. Ia tidak kendur menghadapi rintangan, tidak cemas menghadapi gangguan dan tidak akan mundur menghadapi tantangan. Ia bagaikan tameng yang berdiri tegar menghadapi segala serbuan.

2.      Kesetiaan yang kuat dan tidak tersusupi oleh pengkhianatan dalam bentuk apapun. Tidak tergiur oleh bisikan-bisikan yang menyimpang, tidak tergoda oleh rayuan-rayuan yang dapat melunturkan kesetiaannya pada jalan ini. 

3.      Pengorbanan yang tidak dibatasi oleh kekikiran dan keserakahan. Pengorbanan yang ringan untuk disumbangkan dalam berbagai keadaan baik lapang maupun sempit, dalam keadaan susah maupun senang. Ia akan keluarkan tanpa merasa keberatan sedikit pun juga.

4.      Pengetahuan dan keyakinan yang dengannya kita bisa memperjuangkan dakwah kita karena ia memahami apa yang semestinya dikerjakan. Ia siap berada dalam barisan jalan ini tanpa keragu-raguan.

5.      Penghormatan yang tinggi terhadap ideologi yang diperjuangkannya dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Apabila kita dapat meraih kesuksesan dakwah di hari ini, maka itu akan mempengaruhi eksistensi kita di hari esok. Kita tahu bahwa apa yang telah kita lakukan kemarin berimbas pada kondisi kita saat ini. Cobalah tengok kembali di tahun 1999 saat kita mengikuti pesta rakyat, apa yang telah kita kerjakan waktu itu berakibat pada dakwah kita sekarang ini. Usaha kerja keras kita kemarin, di hari inilah kita dapat melihat hasil dan pengaruhnya baik yang positif ataupun yang negatif. Yang berimplikasi pada kedudukan dakwah kita untuk masa depan Islam.
Oleh karena itu ikhwah sekalian ketahuilah bahwa kesungguhan kerja kita sekarang ini akan berdampak pada eksistensi kita esok hari. Selamat berjuang semoga Allah bersama kita.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته